Pexels |
Lazimnya orang berpikir jika pekerjaan kaum fundamentalis ekstrovert di bidang Sales, Hospitality atau pekerjaan lain yang mengharuskan mempunyai skill multitasking mumpuni bagi tiap karyawannya, merupakan sebuah zona berbahaya bagi introvert untuk memijakkan kakinya disana.
Sebuah kebetulan yang mengecewakan, Pada tahun 2017, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya sebelumnya sebagai seorang Admin di salah satu perusahaan swasta. Celakanya, sebuah dosa besar telah saya perbuat dengan melanggar larangan pekerjaan mematikan bagi seorang introvert. Karena kepepet, saya mengambil peluang kerja sebagai salesman. Tentu, pemuda 19 Tahun yang sedang menggebu-gebunya semangat dalam bekerja, rela mengambil jenis pekerjaan apapun demi membuat orang tua disana bangga.
Nahasnya, pilihan itu memberikanku sebuah pengalaman ambivalen yang sangat berguna sebagai sebuah pelajaran di masa depan. Pengalaman pertama, tentu saya mengerti arti larangan sebuah pekerjaan ekstrovert untuk diambil oleh introvert dalam dunia yang keras. Memulai karir sebagai seorang salesman untuk jiwa tertutup merupakan pilihan yang kurang bijak menurutku pada saat satu minggu bekerja di sana. Dan pencerahan lainnya dari akibat dosa yang telah saya langgar, saya mengerti bahwa bekerja dengan mulut yang membutuhkan skill komunikasi yang tinggi sangat memforsir kepribadian tertutup introvert, mereduksi kebahagian hidup introvert dan berakibat pada keadaan psikologis yang kurang harmonis.
Meskipun tak ada paksaan, melainkan sebuah keharusan saya untuk bekerja, namun satu bulan sebagai salesman cukup membuatku merasakan arti penderitaan. Bulan berikutnya, seperti telah diprediksi, saya mengambil kembali ijazah saya yang menjadi sebuah jaminan dan memutuskan untuk resign dari dunia penjualan langsung.
Entah bisikan mana lagi yang masuk melalui gendang telinga saya, sehingga saya memutuskan untuk masuk ke dalam industri Hospitality yang kejam (setidaknya menurut saya sebagai introvert). Dengan Memulai karir baru sebagai seorang waiters, mengharuskan saya menjadi pribadi yang ramah, sedikit banyak bicara dan bekerja lebih dari 8 Jam perhari. Sebuah keblingeran yang terlanjur dalam, karena saya salah kembali dalam memilih pekerjaan atau terpaksa karena tak ada kerjaan lain.
Meskipun introvert terkesan pendiam, namun mereka pribadi yang ramah. Itulah yang saya baca dari beberapa blog lain. Namun, bagiku senyum memaksakan adalah bentuk pelanggaran privasi. Lebih lanjut, tak ada space untuk menyendiri dalam sehari, membuat bateraiku lowbat kala bekerja di bidang hospitality. Lagi-lagi, layaknya film yang diulang, ending-nya saya kembali resign meskipun dengan alasan yang bersifat impulsif.
pexels |
Beberapa bulan kemudian, saya seperti mendapat wahyu dari tuhan. Sebuah suntikan semangat ditempa oleh beberapa akun instagram penyedia quotes luar biasa yang digabungkan oleh sebuah buku yang tak kalah hebat, saya memutuskan untuk berdagang. What?
Terngiang oleh sebuah pernyataan legendaries dari seorang legenda pengusaha Indonesia, mendiang Bob Sadino. Setinggi apapun jabatanmu kamu tetap jadi karyawan dan sekecil apapun usahamu kamulah bosnya. Kalimat itu bak cahaya dalam kegelapan jiwa dan menjadi sebuah obsesi untukku menjadi seorang pengusaha kecil. Dari pulsa, bisnis fashion online hingga menjadi penjaga Booth minuman telah mengantarku pada sebuah tatanan hidup yang dirasa cukup baik. Meskipun berdagang mengharuskan bertemu banyak orang, berbicara satu sama lain dan bertatap muka dengan mereka, tapi berdagang merupakan alasanku untuk tetap bisa me-manage waktuku untuk buku, charge energy, pergi ke tempat tenang dan pastinya tak ada deadline.
Selain itu, saya tetap bisa menulis yang tak dapat disangkal menjadi kegemeran baru dalam hidup disamping membaca dan menonton. Sebagian introvert mungkin tak mempermasalahkan dengan jenis pekerjaa tertentu yang bersifat ekstrovert, namun bagi saya itu merupakan pengalaman yang cukup mengubah pola pikir dan setidaknya mengantisipasi adanya kesalahan yang sama dilain hari.
Memang bekerja itu penting untuk kelangsungan hidupmu, namun jika pekerjaanmu mengontrol kehidupan dan lebih parah tak membuatmu bahagia, kenapa tidak mencari passion yang lebih tepat untuk dirimu sendiri. Kerja itu memang perlu, namun bekerja dengan passion yang kita harapkan itu lebih seru.
Comments
Post a Comment
Silahkan Berkicau